Identitas Buku
Judul: Kiai Sableng Santri Gendeng
Penulis: Awang Surya
Penerbit: Penerbit Ersa
Tahun terbit: 2012
Jumlah halaman: 207
Sinopsis
Buku ini merupakan kumpulan kisah pendek tentang kehidupan sehari-hari seorang kyai yang disapa Cak Dulalim bersama santri setianya yaitu Sukir. Kisah yang diangkat adalah kejadian-kejadian yang biasa dialami sehari-hari. Kemudian Cak Dulalim dan Sukir akan saling berdialog. Dari dialog itulah muncul hikmah-hikmah kehidupan yang dibawakan dengan santai dan penuh tawa. Setidaknya ada dua puluh kisah yang disampaikan oleh Awang Surya dalam bukunya.
Salah satu kisahnya tentang seseorang yang kakinya tertusuk paku di pasar. Meski kakinya berdarah, dia berkali-kali mengucap Alhamdulillah. Cak Dulalim dan Sukir takjub dan menduga level keimanan orang ini pasti sudah sangat tinggi. Usut punya usut ternyata dia bersyukur alhamdulillah karena baru saja membeli sepatu baru dan sayang untuk memakainya. Kalau dia pakai, dia khawatir sepatu kesayangannya itu yang akan terkena paku. Hikmah dari kisah ini pun diobrolkan dengan menarik. Bagaimana manusia seringkali justru cinta pada harta benda jauh dibandingkan dirinya sendiri.
Review
Buku ini dikemas dengan konsep komedi. Beberapa adegan memang menyiratkan situasi yang jenaka dan penuh tawa. Sayangnya, sepanjang membaca buku ini saya justru tidak tertawa. Dibandingkan lucu, saya justru merasa garing. Misalkan pada bagian istri Cak Dulalim yang sedang sakit dan diminta suaminya ke dokter meminta resep obat. Hingga berganti dokter, masih saja istrinya sakit bahwa hingga makin lemah. Ternyata istrinya hanya minta resepnya saja, tetapi tidak membeli obatnya, apalagi meminum obat.
Harusnya cerita di atas lucu karena tujuannya memang membawakan kejadian lucu. Tapi entah kenapa bagi saya garing. Karena di era sekarang ada orang sakit dan cuma minta resep tanpa berusaha minum obat itu semacam mustahil. Meski di setting si istri adalah wanita polos dari dusun.
Meski begitu, ada juga kejadian yang diangkat oleh penulis dan menarik bagi saya. Dikisahkan Cak Dulalim menghadiri sebuah acara dan dia bisa menebak berapa tamu diundang di antara para karyawan yang hadir. Cak Dul bisa menebak setelah si empunya rumah memberikan sambutan. Karena para karyawan pasti akan tetap tertawa dengan lelucon tuannya, sedangkan tamu undangan tidak akan tertawa karena tak ada yang lucu dari banyolan sambutannya.
Yang juga cukup diapresiasi adalah hikmah yang diangkat oleh penulis. Tentang kisah resep tadi misalnya. Penulis menganggap bahwa umat Islam ini sudah punya resep dalam kehidupan, tetapi tetap saja mereka sakit karena resepnya tidak diapa-apakan. Apalagi resepnya kalau bukan tuntunan Quran dan Hadits.
Meski saya tidak cukup puas karena niat hati meminjam buku komedi di perpustakaan agar bisa tertawa, setidaknya saya bisa tetap mendapat hikmah dari kisah-kisah yang ada. Alhamdulillah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar