Alkisah seorang ayah yang kaya raya memberikan petuah kepada anak kembarnya yang sudah beranjak dewasa. Kedua anak itu akan merantau dan mengejar nasibnya sendiri-sendiri. Dengan bekal dan petuah dari sang ayah, mereka berdua berangkat secara terpisah menuju tempat perantauan masing-masing.
Setelah berjalan sekian waktu, sang ayah pun penasaran dengan nasib anaknya. Dia memutuskan untuk mengunjungi tempat tinggal anaknya masing-masing. Ketika sampai di rumah si A, ayah itu melihat anaknya tampak begitu bahagia. Dia membuka sebuah toko tak jauh dari rumahnya dan sukses dengan usahanya. Sang ayah merasa bangga dengan anak pertama.
Dengan asumsi yang sama, ayah itu pun pergi ke kota si B, saudara kembar A. Betapa terkejutnya si ayah melihat kondisi putranya. Keadaannya bagaikan kutub utara dan kutub selatan dengan anaknya yang pertama. Si B tampak begitu menderita dengan rutinitas hidupnya.
Si ayah berprasangka, "Bukankah aku sudah memberi wejangan yang kuulang-ulang setiap hari. Kenapa hasilnya berbeda? Siapa yang tidak patuh dengan petuahku?" Maka si ayah pun bertanya pada anaknya perihal petuah berharga darinya.
Si B berkata, "Kondisiku seperti ini karena aku terlalu patuh pada petuah ayah. Ayah meminta agar tidak pernah menagih hutang. Maka aku tak pernah menagih orang-orang yang meminjam uangku hingga aku sendiri kadang kekurangan. Karena aku tak punya tabungan inilah, aku belum bisa membeli mobil. Padahal petuah kedua ayah adalah agar aku tidak keluar bekerja di bawah matahari. Maka aku selalu pergi ke mana-mana dengan menyewa mobil pribadi."
Sang ayah pun tertegun. Dia penasaran apakah anak pertama yang tidak patuh padanya. Maka ayah pun bertanya pada si B. Ternyata jawaban anaknya tak terduga. "Aku bisa sukses begini karena menurut pada ayah. Ayah meminta agar jangan pernah menagih hutang. Maka aku tidak pernah memberikan pinjaman uang sehingga aku tidak perlu menagihnya. Uangku aman tersimpan dan bisa aku investasikan. Ayah juga meminta agar tidak berangkat kerja terkena matahari. Maka aku bekerja sebelum matahari terbit dan baru pulang ke rumah ketika matahari sudah terbenam."
Wow, dari kisah sederhana di atas kita bisa mengambil pelajaran.
Jadi, gimana biar ga perlu menagih hutang?
Jawabannya adalah dengan tidak memberi hutang. Bukan berarti kita menjadi pelit, tapi justru kita mengukur diri kita sendiri. Seandainya kondisi memang darurat, berikan pinjaman dengan niat sedekah. Dalam arti kita pun sudah merelakan seandainya uang itu bablas tak berbekas. Jika ternyata uang itu kembali, maka itu adalah rejeki kita.
Mungkin kesannya jahat. Padahal sesungguhnya kita membantu mereka yang mau meminjam uang kita. Ibaratnya lebih baik memberi 1 juta tapi ikhlas daripada meminjami 10 juta tapi tidak ikhlas dan makan hati karena tidak tahu kapan akan kembali. Begitu kan?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar