Pernah digombalin? Atau justru sering ngegombal? Seringkali orang menggombal atau merayu dengan menggunakan syair atau puisi. Trend yang tak kalah ngehits juga di kalangan kaum muda yaitu merayu dengan menggunakan tebakan. Pasti familiar dong dengan dialog semacam, "Bapak kamu suka main catur ya? Kok kamu sudah menskakmat hatiku" dan sejenisnya.
Salah satu bahan rayuan yang tak lekang oleh zaman yaitu merayu dengan memakai pengandaian pada benda alam semesta. Sebut saja benda seperti bintang, bulan, dan matahari yang seringkali menjadi objek untuk merayu seseorang. Misalnya, "Kau adalah bintang di hatiku" atau yang sudah sangat jadul seperti mengibaratkan kecantikan seseorang bagaikan rembulan.
Kau Bagai Bulan Purnama
Seorang wanita yang dipuji memiliki kecantikan layaknya bulan purnama mungkin saja spontan tersipu malu. Tapi, tunggu dulu. Ternyata tak sedikit yang justru protes ketika dirayu dengan kalimat itu.
Secara kasat mata, bulan purnama memang tampak indah. Bulat, terang, dan begitu sempurna terpajang anggun di kegelapan malam. Namun, pernahkan kita melihat bulan dalam bentuk yang sesungguhnya? Setidaknya lewat buku pelajaran di masa sekolah dulu. Ternyata, penampakan fisik bulan tidak secantik dengan dzahirnya yang terlihat dari muka bumi. Bulan dipenuhi dengan kawah sehingga permukaannya menjadi tidak rata.
Bagi wanita cerdas dan intelektual, bisa saja dia justru tidak terima jika dianggap memiliki kecantikan ibarat rembulan. Artinya, boleh jadi dia justru dianggap memiliki rupa yang penuh bopeng dan tidak rata. Ironisnya, meski wajahnya tak mulus, dari kejauhan dia tampak begitu cantik jelita. Agaknya dia justru terkesan menutupi kondisi wajahnya dengan make up prima hingga tampak begitu mempesona.
Cantik Ibarat Mentari
Dibandingkan menjadi cantik seperti rembulan, muncul pilihan lain untuk menjadi cantik seperti matahari. Kita semua tahu bahwa sumber dari segala cahaya adalah matahari. Bahkan rembulan yang tampak bersinar di malam hari pun sejatinya hanyalah memantulkan sinar sang mentari. Artinya, jika seseorang memiliki kecantikan ibarat sang surya, maka dia memiliki kecantikan sejati yang begitu bersinar bahkan bisa menyinari orang lain di sekitarnya. Luar biasa kan?
Menariknya, sinar yang dimiliki matahari ini seringkali tidak disadari oleh manusia. Dibandingkan mengagumi cahaya matahari di pagi atau siang hari, manusia tentu lebih familiar memandangi pantulan cahaya yang disajikan oleh rembulan. Poin ini justru menarik. Artinya kecantikan seseorang yang ibarat matahari ini memang tidak disajikan begitu saja dan bisa dinikmati oleh siapapun juga. Dia hanya disadari oleh orang tertentu yang memang mencari kecantikan sejati. Kecantikan yang tersembunti ini ibarat inner beaty yang dimiliki seseorang. Ketika hati seorang wanita sudah cantik, maka kehangatan akan memancar dari dalam dirinya.
Uniknya lagi, ketika seseorang mencoba untuk menikmati cahaya matahari, dia tak akan sanggup bertahan dalam waktu lama. Sejenak menatap sang surya, maka refleks kepalanya langsung menunduk seketika. Begitu juga dengan kecantikan yang hakiki. Kecantikan yang dimiliki oleh seorang wanita tak sanggup untuk dipandangi dalam durasi yang lama. Sekelebat seorang lelaki menatap paras cantik itu, refleks dia akan menundukkan pandangannya. Itu karena kecantikannya terlalu berharga untuk disantap begitu saja. Kecantikannya sungguh mulia sehingga membuat para lelaki menghargai dengan tidak jelalatan menikmati paras ayunya.
So, jika kita sebagai wanita berharap diibaratkan dengan benda langit itu, manakah yang kita mau? Atau, andai kita mau menjaga kecantikan yang kita miliki, ingin menjadi layaknya rembulan atau matahari?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar