medis, parenting, bisnis, religi

Benarkah Hidup Kita Berkah?




Ada sebuah salah kaprah di masyarakat dalam menanggapi makna barokah. Seringkali orang menilai keberkahan dianggap berbanding lurus dengan kelapangan finansial. Orang kaya dianggap barokah, orang miskin dianggap tidak barokah. Dampaknya bisa jadi kita hanya akan menghormati orang kaya karena menganggap dia orang yang barokah, lalu meremehkan orang miskin karena dianggap tidak membawa keberkahan.

Berkah bukan tentang harta

Keberkahan tidak ada kaitannya dengan harta. Allah SWT membagikan harta pada manusia itu menjadi dua hal. Pertama, ketika harta diberikan kepada manusia dengan diikuti ilmu dan amal. Harta ini akan menjadi kendaraan bagi orang tersebut untuk merealisasikan ilmunya. Maka, sejatinya meski harta menjadi ujian tetapi dia menjadi penolong juga. Harta ini menjadi support systemnya untuk mengamalkan kebenaran di sisi Allah SWT. Inilah tanda bahwa Allah memberikan harta karena ridho.

Kedua, Allah memberikan harta kepada manusia bukan karena Dia suka, melainkan justru karena Allah murka. Filosofinya seperti gula. Dia manis dan enak. Tapi ketika gula dikonsumsi dalam jumlah berlebihan maka akan menimbulkan penyakit. Begitu juga harta. Allah memberikan harta melimpah kepada seseorang justru karena dia sudah sangat melampui batas. Harta ini diberikan Allah sebagai bentuk hukuman atas kelalaiannya. 

Hukuman dari Allah ini bentuknya ada dua. Pertama hukuman pahit, kedua adalah hukuman manis. Hukuman yang manis ini yang justru melenakan. Karena merasa nyaman, manusia yang dihukum akan semakin jauh dan lupa pada Allah SWT. Inilah yang disebut istidraj.

Hal ini tertuang dalam Q.S. Al-An'am: 44, "Maka ketika mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kami pun membukakan semua pintu (kesenangan) untuk mereka. Sehingga ketika mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka. Kami siksa mereka secara tiba-tiba. Maka ketika itu mereka terdiam putus asa."

Manusia beranggapan layaknya di Q.S Al-Fajr: 15 merasa kalau banyak uang maka Allah memuliakannya, dan jika tidak kaya maka Allah menghinakannya. Padahal Allah jawab, "Kalla!" Tidak begitu. Ridha atau tidaknya Allah pada manusia bukan karena harta dan ini sudah sesuai dengan takaran yang diberikan oleh Allah Ta'ala.

Definisi Barokah

Barokah memiliki makna yang beragam dan variatif. Di sini barokah merujuk pada Q.S. An-Nahl:97 di mana ada kata 'hayatan thoyibah' hidup yang baik. Maka, muara keberkahan itu seperti apa.

Barokah menambah ketaatan

Definisi pertama kita ambil dari Imam Ibnu Rajab. Beliau mendefinisikan barokah sebagai seluruh perkara dimana perkara itu menambah ketaatan kepada Allah, maka perkara itu adalah barokah.

Kita ambil contoh tentang sehat dan sakit. Orang sehat sepanjang hayat belum tentu barokah, sebaliknya orang sakit bukan berarti tanda hidupnya tidak barokah. Andai seseorang sehat tapi ibadahnya tidak terbangun dengan benar, maka sehatnya tidak barokah. Di satu sisi jika seseorang sakit lalu dalam sakitnya bertambah ketaatan kepada Allah SWT, justru ini yang barokah. Berapa banyak orang yang bertaubat justru karena diuji sakit oleh Allah SWT. Inilah keberkahan.

Begitu juga tempat tinggal yang barokah. Hidup di Indonesia dengan tanah yang subur, iklim yang nyaman, belum tentu menjadi tanda bahwa negeri kita barokah. Bandingkan dengan Makah Madinah yang gersang bahkan binatang harus adaptasi untuk tinggal di sana. Namun jika dibandingkan, tentu jauh lebih berkah Makah dan Madinah. Buktinya ketika sedang beribadah haji atau umroh ke sana, terlambat datang iqomah saja rasanya menyesal, berangkat ke masjid jam 3 dini hari adalah hal yang biasa, dan beberapa aktivitas mendekatkan pada Allah SWT lainnya yang mungkin tidak semudah itu dilakukan ketika berada di Indonesia.

Hal sama berlaku juga untuk menilai apakah keluarga kita barokah, apakah suami/istri kita barokah, anak-anak kita barokah. Apakah di keluarga itu saling nasihat-menasihati sehingga menambah ketaatan kepada Allah SWT, ataukah hanya berisi ujian demi ujian yang menjadikan lalai pada Allah. Tak sedikit tuntutan keluarga yang menjadikan seorang suami bekerja mati-matian hingga mengambil yang haram demi keluarga. Jelas ini bukan tanda barokah.

Harta yang kita miliki dapat kita telaah apakah menjadi jalan kita untuk taat kepada Allah SWT atau tidak. HP yang kita punya, apakah barokah untuk membangun ketaatan kepada Allah. Begitu juga laptop, mobil, dan segala kemewahan lainnya. Apakah uang yang kita miliki menjadikan kita mudah mengingat Allah, atau justru menjadikan kita selalu memikirkan harta. Yang ini jelas menjadi tanda bahwa tidak barokah.

Begitu juga dengan profesi dan tempat kerja kita. Apakah di tempat kerja kita saling mendukung, tidak ada sikut-sikutan, tidak ada hasad, dengan profesi itu yakin bahwa rezeki tidak akan salah untuk hadir pada kita, lalu menjadi support system kita taat kepada Allah SWT. Boleh jadi tempat kerja kita justru menyibukkan kita hingga makin dijauhkan pada Allah SWT.

Barokah itu mendekatkan pertolongan

Definisi kedua dari barokah adalah mendekatkan pertolongan Allah kepada kita. Ini adalah muara dari keberkahan. Misal kita mendapat masalah, maka pada setiap masalah itu jika kita sudah barokah karena ketaatan pada Allah, maka pertolongan Allah akan datang lebih besar daripada masalah itu sendiri.

Orang barokah itu juga diuji. Tapi yang membedakan orang barokah dan tidak barokah dalam ujiannya adalah orang barokah ketika diuji karena bertambahnya ketaatannya akan mendekatkan petolongan Allah padanya. Itulah janji Allah, dan pertolongan Allah ini dekat pada orang yang barokah.

Salah satu tanda bahwa kita menjadi manusia yang barokah adalah kita dimudahkan untuk mendapat maisyah (penghidupan) yang halal. Rizqi yang halal untuk menopang kebutuhan dirinya dan mendekatkan pada Allah juga menjadi keberkahan itu sendiri.

Maka makna keberkahan yang kedua itu sama dengan kehidupan lebah, yaitu ketika kita hanya mengambil yang halal, tidak mengambil kecuali yang baik dan akan dikeluarkan pula hanya yang baik. 

Ketika kita diberi kekuatan untuk menampik harta yang haram, tangan tidak mengambil yang haram, tahu kapan memberi nafkah keluarga dan kapan harus diberikan di jalan Allah, itu tanda keberkahan. Jika kita sudah jauh dari haram dan yang syubhat, maka artinya Allah sudah menginginkan keberkahan dalam hidup kita.

Ingat lagi bahwa konsep harta ini hanya ada dua: kalau halal dihisab, kalau haram adzabnya pedih. Padahal jalan ke surga itu dimulai dari memasukkan apa yang halal ke keluarga kita. Inilah modal besar untuk mendapatkan qolbun yang salim di keluarga.

Maka ini menjadi catatan bagi setiap orang tua ketika akan menikahkan anaknya. Sebelum pernikahan terjadi, wajib bagi setiap orang tua untuk memilihkan profesi yang barokah untuk anaknya, sehingga nantinya akan didapat anak-anak dan harta yang baik.

Orang yang memiliki gaji 3 juta tetapi bersih dari haram dan syubhat itu lebih baik daripada memiliki gaji 20 juta tetapi mengandung haram dan syubhat. Ingat bahwa harta haram itu meminta 'tumbal' karena Allah SWT membenci harta haram. Tidak ada Dzat yang lebih membenci harta haram kecuali Allah SWT. Maka tunggu saja feedback yang harus dibayarkan nanti, apakah kedurhakaan anak pada orang tua atau rumah tangga yang bermasalah.

Wallahua'alam



Disarikan dari kajian Ustadz Oemar Mita: Tanda Hidupmu Berkah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

@templatesyard