Sorot mata tajam menatap layar dengan sinar biru yang memancar. Jari-jemarinya dengan lincah bermain di atas sederet abjad dan tanda baca yang tersusun sedemikian rupa. Sesekali tangan kanannya beranjak ke tetikus, menyeret sedikit posisinya ke kiri, kanan, depan, atau belakang, lalu menekan bagian ujungnya hingga tercipta bunyi klik.
Hanya berjarak beberapa langkah telah menanti seorang bocah. Berkali-kali dia mondar-mandir seakan memang tergoda untuk mampir. Sesekali dia bergelayut manja seolah berharap bisa menonton layar itu pada giliran berikutnya.
"Ayo sini. Jangan diganggu, papi baru banyak kerjaan." Seorang wanita tiba-tiba menegur.
Bocah itu mendelik, tak terima karena aksinya diusik. Seolah protes, dia berjalan gusar menghampiri.
"Aku juga banyak kerjaan," katanya membela diri. Dia tak mau kalah dan tak terima dianggap hanya akan membuat ulah.
Giliran si wanita yang memicingkan mata. Dia menatap tak percaya, "Kerjaan apa?"
Hanya pertanyaan biasa sebenarnya, tapi sayup-sayup terdengar nada meremehkan yang menyusup di setiap untaian katanya. Mendengar pertanyaan itu, si bocah berdiri tegap seolah siap menunjukkan bukti bahwa dia memiliki segudang pekerjaan yang harus diurusi.
"Makan, mandi, main, tidur, main, makan, gitu terus ga berhenti. Banyak kan," jawab si bocah dengan nada menantang.
Wanita itu tergelak, namun hanya sejenak. Tawanya surut mendapati ekspresi yang ia lihat. Tidak ada yang lucu. Bocah itu tidak sedang bercanda. Raut wajahnya menyiratkan bahwa dia sungguh-sungguh dengan semua pekerjaannya.
Bagi manusia dewasa mungkin pekerjaan identik dengan setumpuk berkas atau job desc ini itu. Tapi baginya, rangkaian tadi pun adalah to do list yang harus dia ceklis.
Layaknya orang dewasa yang mendapat apresiasi ketika deal tender usahanya, dia pun meraih apresiasi serupa ketika berhasil menandaskan menu empat bintang sejak mpasi pertama. Jika orang besar berani mengambil risiko menjemput sebuah proyek, dia pun berani mengambil risiko segera mandi sore dengan konsekuensi tak bisa lagi main becek-becek. Jika mereka stress wajib lembur, dia pun frustasi karena siang-siang wajib tidur. Begitu seterusnya.
Agaknya benar kata orang, jangan pernah membandingkan karena semua orang punya beban sesuai kemampuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar