medis, parenting, bisnis, religi

Biar Jadi Pahalaku

Mencari pahala



Sinar mentari yang terik siang itu tak mengusik anak-anak untuk berhenti saling memekik. Sekitar setengah lusin bocah kecil saling berkejaran, menerobos manusia dewasa yang tak kalah asyik dengan urusannya. Ada darah yang sama yang mengalir di antara mereka. Rona ceria yang terlukis di semua raut muka kala itu seringkali dituliskan oleh siswa di bangku sekolah dasar dengan judul Berlibur ke Rumah Nenek.


Beberapa purnama mereka tak saling bersua. Wajar saja jika momen itu menjadi ajang saling melempar tawa, mengurai rindu, dan berlomba membuat piring demi piring hidangan bersih tak bersisa. Semua terbuai dengan kebahagiaan, dan terlena dengan sekian menit yang akan datang.


Layaknya suratan klasik habis gelap terbitlah terang, perjumpaan itu akan membawa buntut panjang. Habis pertemuan terbitlah cucian piring, ruang berantakan, kotoran berserakan, et cetera, et cetera.


Seorang ibu muda yang sedikit mengambil jarak berdiri di tengah keriuhan. Kedua netranya berpendar, memindai mengelilingi lingkungan sekitar. Pandangannya mendadak terhenti pada satu bungkus bekas makanan micin yang tergeletak pasrah di tengah halaman. Kakinya melangkah menuju fokus retinanya, menerobos beberapa anak yang masih berlarian seolah tak pernah kehabisan tenaga.


"Siapa ini yang membuang sampah sembarangan?" Wanita itu menggumam lirih. Retoris, tentu saja salah satu dari anak-anak yang masih berkeliaran.


Belum sempurna tubuhnya membungkuk dan tangannya memungut sampah bungkus snack itu, seorang anak berlari menghampiri. Dia menyahut, "Biar aku saja yang buang. Biar jadi pahalaku."


Tanpa menunggu acc apakah diperbolehkan, dia sudah meraih bungkus itu dan kembali melesat berlari menuju tempat sampah di ujung halaman. Sedetik kemudian dia kembali bergabung bersama keriangan anak lainnya, dengan wajah tak kalah bahagia karena merasa baru saja mendapat pahala.


Andai semua manusia memiliki imaji indah tentang pahala seperti anak itu, mungkin dunia akan dipenuhi para manusia yang berusaha mengonversi setiap kondisi menjadi ajang menuai bekal amunisi. Bukankah sejatinya ada ladang pahala berserakan? Sayangnya mata sering buta, sibuk mengejar dunia dan lupa ada pahala yang menanti di akhirat sana.

2 komentar:

@templatesyard