"Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan (bertingkah laku) seperti orang-orang jahiliah dahulu, dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatilah Allah dan Rasul-Nya." (Q.S. Al-Ahzab: 33)
Rumah dalam Bahasa Arab bisa disebut baitun, bisa juga sakanun. Baitun artinya tempat bermalam, sedangkan sakanun berarti tempat yang memberi ketenangan. Artinya, jika seorang wanita memaknai definisi rumah, maka tempat ini menjadi sangat bernilai. Tidak ada ketenangan yang dirindukan laki-laki selain di dalam rumahnya. Tidak ada yang dirindukan oleh lelaki ketika anak yang dimilikinya dirawat dengan perawatan terbaik oleh istri yang ada dalam rumahnya.
Di sini menjadi catatan bagi setiap laki-laki bahwa rumah merupakan bentuk penghargaan Allah untuk wanita. Maka, sediakan rumah untuk istrimu, agar wanita tidak bebas berkeliaran sehingga mendapat bahaya dari berbagai ancaman kejahatan.
Makna Allah Meminta Wanita Berada di Rumahnya
Setidaknya ada dua poin yang bisa kita ambil pelajaran dari Q.S. Al-Ahzab: 33 yaitu mengalir pahala bagi wanita di rumah dan rumah yang memberikan ketenangan bagi penghuninya.Pahala Terus Mengalir Pada Wanita di Dalam Rumah
Poin ini tidak banyak disadari oleh para Muslimah. Kebanyakan wanita merasa jika hanya di dalam rumah, dia akan terkungkung, tertinggal, tidak up to date, dan tidak sepadan dengan rekan-rekannya yang bekerja.Padahal Ibnu Katsir dalam tafsir ayat ini mengatakan bahwa keberadaan seorang wanita di dalam rumah adalah ibadah. Ini berbeda dengan laki-laki yang justru diperintah untuk keluar rumah mencari pekerjaan. Bahkan ketika laki-laki sholat Jum’at di masjid, dia juga diminta untuk bersegera mencari rezeki Allah. Ini ditetapkan oleh Allah pada laki-laki, tetapi tidak ditetapkan pada wanita.
Allah tidak memerintahkan wanita untuk keluar. Wanita bukan makhluk yang disiapkan untuk kuat menghadapi teriknya matahari, dinginnya hujan, bertemu kerumunan manusia yang tidak semuanya baik padanya. Allah meminta wanita untuk berada di dalam rumah itu justru bernilai pahala.
Bagi seorang wanita, tempat yang berpahala tidak hanya Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Tapi ketika dia berada di rumahnya, di kamar, teras, dapur, dan semua bagian lainnya sejatinya adalah tempat memberi pahala bagi wanita. Seorang wanita di pagi yang sudah selesai dengan urusannya dan hanya duduk-duduk di teras minum teh, itu pahala. Bahkan ketika dia qoilullah di siang, itu pahala. Termasuk jika dia buang hajat di rumahnya, itu pun pahala.
Segala aktivitas wanita di dalam rumah dinilai semacam iktikaf. Itulah keberadaan wanita di dalam rumah jika dia tahu bahwa itu adalah intruksi dari Allah SWT dan dia niatkan keberadaannya di rumah itu karena perintah Allah. Maka itu menjadi pahala besar baginya. Jika untuk aktivitas apapun saja bisa bernilai pahala, apalagi jika wanita melakukan ketaatan di dalam rumahnya.
Memposisikan Rumah untuk Memberikan Ketenangan
Ada hamba Allah yang berada di dalam rumah. Ada hamba Allah bernama suami dan anak yang bisa diberikan ketenangan. Suami pulang ke rumah tidak ada yang dirindukan kecuali istrinya. Anak pulang tak ada yang dicari kecuali ibunya.Itulah kenapa ibu dalam Bahasa Arab disebut Ummi artinya yang paling dituju, sesuatu yang paling dicari. Maka seorang wanita layaknya menjadi mesin produksi untuk memberikan ketenangan dan kebahagiaan di dalam rumah. Ketenangan yang diperoleh oleh suami dan anak-ank itu akan menjadi pahala yang terus ditambahkan oleh Allah SWT kepada wanita.
Jadi, rumah bukanlah sebuah penjara suci. Kata penjara seolah
memiliki konotasi yang negatif. Rumah adalah singgasana bagi seorang wanita.
Setiap wanita fitrahnya membutuhkan rumah yang menjadi tempat untuk mendapat
ketenangan, terjaga auratnya, dan bebas melakukan apa saja di dalamnya.
Beberapa kisah memberi bukti bahwa sebuah rumah bisa memberikan
ketenangan yang meredakan segala kegelisahan. Contohnya ketika Rosulullah SAW
mendapat wahyu pertama kali di Gua Hiro’. Dalam kondisi ketakutan Rosul tidak pergi
ke Kak’bah dimana Rosul tahu bahwa Ka’bah adalah rumah Allah. Rosul memilih
untuk pulang ke rumah Khadijah.
Tidak ada makhluk yang paling beruntung kecuali makhluk yang
berada di dalam singgasana yang sudah memberikan ketenangan pada seluruh
penghuninya. Sehingga sekelas Rosul saja ketika mendapat kondisi yang berat,
dia memilih untuk pulang dan mendapat ketenangan itu.
Begitu juga ketika Rosul dalam kondisi berat menjelang
ajalnya. Dari hari Jumat, Sabtu, Ahad Rosul izin untuk tetap berada di dalam
rumah. Tidak ada tempat yang diinginkan Rosul kecuali di rumah yaitu rumah
Aisyah. Padahal rumah Aisyah ini hanyalah rumah mungil yang atapnya saja bisa
diraih dengan tangan. Namun di rumah itulah Rosul mendapatkan ketenangan hingga
beliau meninggal di pangkuan Aisyah r.a.
Ini menunjukkan bahwa jika seorang wanita sudah memiliki
singgasana dan dia merespon perintah Allah SWT untuk berada di dalam rumah,
maka laki-laki akan selalu pulang. Wanita ini tidak hanya menjadikan rumahnya
sebagai baitun, tetapi menjadikan sakanun yaitu tempat yang memberikan
ketenangan.
Di balik dinding rumahnya bukanlah sebuah penjara, melainkan
singgasana dimana wanita punya territorial penuh untuk mengaturnya. Hingga Imam
Ahmad berpesan pada putranya yang sudah menikah, “Biarkan istrimu yang mengatur
bagaimana perhiasan di dalam rumahmu karena itu adalah singgasananya. Jangan
kamu bangunkan singa dari tidurnya.”
Rumah adalah Kebutuhan Wanita
Allah sangat mengerti betapa besar hajat wanita pada rumahnya. Ada beberapa dalil yang menunjukkan bahwa Allah memahami kebutuhan wanita tersebut.Pertama, Allah tahu bahwa hal basic dari kehidupan wanita
adalah mendapatkan rumahnya. Allah menyebutkan nama rumah selalu dinisbatkan
kepada wanita. Walaupun itu rumah yang membeli suami, tetapi di dalam qur’an
Allah selalu menyebutkan rumah dengan kata ganti perempuan. Seakan Allah
menunjukkan bahwa rumah adalah hak wanita dan memang selalu melekat pada wanita.
Dalam surat Yusuf: 23 misalnya, Allah menyebutkan, “Dan wanita
Zulaikha yang Yusuf tinggal di rumah Zulaikha menggoda Yusuf…” Di situ rumah
perdana menteri disebut sebagai rumah Zulaikha. Allah tidak menyebutnya sebagai
rumah perdana menteri. Ini menjadi pelajaran betapa Allah memberikan keistimewaan
pada wanita bahwa rumah melekat pada dirinya dan tidak bisa dipisahkan.
Begitu juga dalam Q.S. At-Thalaq: 1 “Janganlah kamu
keluarkan mereka dari rumahnya..” Ketika wanita mendapat talak dari suaminya,
Allah memerintahkan jangan mengeluarkan wanita dari rumahnya. Lagi-lagi kata
gantinya adalah wanita. Artinya Allah memang memberikan kewajiban pada suami
untuk menyediakan rumah menjadi bagian tak terpisahkan bagi seorang wanita.
Jadi wanita diperintahkan berada di dalam rumah itu sebagai
surat cinta Allah kepada wanita. Ini bukan sebagai beban, bukan pula sebagai
pengekangan. Ini bukan tanda Islam memenjarakan wanita. Tidak sama sekali,
karena ini justru hal basic pada wanita. Dan Allah paham betul dengan kebutuhan
wanita ini.
Maka pencapaian tertinggi wanita adalah mendapat rumah.
Sebagaimana di akhir hayat Asiyah, dia meminta rumah kepada Allah di surga.
Begitu juga dengan salam dari Allah kepada Khadijah. Allah memberi kabar sebuah
rumah untuk Khadijah di surga. Ini bukti bahwa Allah paham hal basic yang
menjadi kejiwaan wanita adalah rumah.
Sampai dalam hal ibadah pun, antara masjid atau rumah tetap
wanita lebih baik di rumah. Sebuah Riwayat shahih mengatakan, “Sesungguhnya
ketika seorang wanita sholat di dalam ruangan paling kecil di dalam rumahnya,
itu lebih utama daripada di ruangan yang besar. Ketika dia sholat di ruangan
yang besar di rumahnya, itu lebih utama dibandingkan sholatnya di masjid.”
Seandainya ada dua orang wanita, yang pertama sudah bersiap
hendak sholat Ashar dari jam 14.30. Dia naik mobil menuju masjid. Lalu adzan
jam 15.00, dia menunggu iqomah, lalu mengikuti imam. Dibandingkan dengan wanita
kedua yang di jam 14.30 dia masih bersantai-santai di rumahnya, lalu jam 14.50
dia baru mengambil wudhu untuk bersiap Sholat Ashar di rumahnya. Maka jika
kedua kondisi wanita itu ditanyakan kepada Nabi, tentu jawaban Nabi adalah lebih
utama sholat wanita di rumahnya.
Ini bukan berarti wanita dilarang untuk keluar rumah sama
sekali. Boleh saja wanita pergi keluar rumahnya misalnya untuk memberikan
refreshing, tidak dalam kondisi maksiat, tidak bercampur laki-laki dan
perempuan, pergi dengan seizin suami, dan kepergiannya tidak jatuh ke perkara
dosa.
Penutup
Allah memberikan surat cinta kepada wanita untuk berada di dalam rumah. Bukan karena tidak punya pekerjaan maka seorang wanita berada di rumahnya. Wanita ada di dalam rumahnya itu tahu karena dia memprioritaskan hidupnya sesuai dengan apa yang Allah ridhai. Dia paham bahwa di balik rumah itu terdapat sebuah kebaikan, sebuah keberkahan.Wanita adalah pemilik singgasana di dalam rumah. Dia bisa
menjadikannya baitun, sekedar tempat bermalam lalu kembali melakukan aktivitas
masing-masing. Tapi dia juga bisa menjadikannya sakanun, tempat yang memberikan
ketenangan. Dari ketenangan yang mengalir di dalam rumah inilah seorang
laki-laki selamat dari fitnah. Dari ketenangan yang mengalir di dalam rumah
inilah, seorang anak mampu mengoptimalkan dirinya. Karena ketenangan adalah basic
anak tangga pertama dari kesuksesan manusia.
Abdullah bin Mas’ud berkata, “Tidak akan sama nilai ibadah
seorang wanita ketika berada di rumahnya dengan ibadahnya seorang wanita ketika
di luar rumah.” Lagi Abdullah bin Mas’ud berkata, “Tidaklah seorang wanita
ingin mendekat kepada Allah kecuali yang paling penting mendekat pada Allah di
balik dinding rumahmu.” Sebagaimana Musa mendaki Bukit Tursina, Rosulullah di
Gua Hiro, maka Gua Hiro wanita adalah di dalam rumahnya.
Inilah fitrahmu. Rumahmu singgasanamu. Rumahmu puncak
tertinggi dari anak tangga mendekat kepada Allah SWT. Rumahmu fitrahmu.
(Notulen 30 Surat Cinta Allah Kepada Wanita #2: Rumahmu adalah Jalanmu ke Surga)
(Notulen 30 Surat Cinta Allah Kepada Wanita #2: Rumahmu adalah Jalanmu ke Surga)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar