Dan ingatlah apa yang dibacakan di rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah (sunnah Nabimu). Sungguh, Allah Mahalembut, Maha Mengetahui. (Q.S. Al-Ahzab: 34)
Ayat di atas memberikan kabar bahwa Allah menginginkan
wanita belajar. Di ayat tadi diawali dengan “wadzkuran” dan ingatlah apa yang
sudah dibacakan padamu. Ini menjelaskan bahwa para wanita sejatinya harus
belajar.
Belajar itu bukan sebuah pengekangan atau perintah yang
tidak mengenakkan. Belajar itu justru untuk membuka kita dari blind spot.
Setiap manusia punya sisi gelap, area blind spot. Sisi ini tidak akan menjadi
terang kecuali dengan ilmu. Jika tidak ada ilmu, selamanya akan menjadi gelap
dan manusia akan selalu terbentur-bentur ketika mendapat masalah.
Ada sebuah kisah dimana Asma binti Yazid datang menemui
Rosulullah SAW, “Ya Rosul para laki-laki mendapat banyak hadits dan ilmu
darimu.” Perkataan Asma ini muncul dari rasa cemburu gibthoh, sebuah rasa
cemburu bukan karena penciptaan laki-laki dan wanita yang berbeda, tetapi
cemburu pada kebaikannya.
Asma meminta, “Ya Rosul buat satu di mana kami bisa belajar
dari engkau dari apa yang didapat dari Allah SWT”. Mendengar permintaan Asma,
Rosul tidak menolak atau membencinya. Rosul justru menanggapinya dengan
positif. “Silakan kalian berkumpul satu hari di rumah fulanah”. Lalu Rosul pun
mengajari mereka dari apa yang diajarkan Allah kepadanya.
Itulah sikap wanita ketika merespon surat cinta Allah SWT.
Allah tidak ingin disembah dengan kebodohan dan prasangka. Allah ingin
diibadahi dengan syariat yang dicintai Allah. Bagaimana wanita bisa beribadah
dengan benar jika tidak punya ilmu. Allah SWT tidak membedakan laki-laki dan
wanita dalam kewajiban belajar. Bahkan tidak menafikan muncul wanita yang
menjadi ulama, seperti Aisyah r.a. yang meriwayatkan 2200 hadits hingga
sahabat-sahabat laki-laki pun merujuk pada haditsnya. Begitu pula seperti
Fatiman binti Malik, putri Imam Malik, dimana dia membantu ayahnya mengawasi
hafalan murid-muridnya.
Entah apa jadinya jika seorang wanita tidak belajar. Wanita
didominasi dengan perasaaan. Padahal wanita masuk neraka karena dikuasi oleh
perasaan. Seorang wanita yang dikuasai perasaan, ditambah ketidaktahuannya,
ditambah kebodohannya, jadilah support system paling canggih yang menyeret
wanita ke neraka.
Maka respon yang benar pada surat cinta Allah kali ini
adalah dengan belajar. Hingga akhirnya makin banyak wanita yang berkumpul di
rumah fulanah pada masa Rosul, lalu pindahlah ke masjid. Maka jika kita ke
Masjid Nabawi akan menjumpai salah satu pintu yang diberikan nama langsung oleh
Nabi yaitu Babun Nisa, pintunya wanita karena pintu ini dilewati wanita untuk
belajar. Jadi tak perlu heran, wanita diutamakan sholat di rumah, tetapi ada
pintu khusus wanita di masjid karena menjadi tempat belajar para wanita bersama
Rosulullah SAW.
Sudah selayaknya seorang wanita belajar karena wanita adalah
madrasah bagi anak-anaknya. Kita tahu kaidah bahwa yang kosong tidak akan bisa
mengisi. Hanya yang berisilah yang bisa mengisi. Maka kemuliaan wanita adalah
ketika mereka belajar, tahu syariat, paham hukum, sehingga tidak mudah
terombang-ambing dengan permasalahan. Jihad terbesarnya seorang wanita adalah
membersamai dan memberikan ketaatan pada suaminya serta bisa menegakkan syariat
pada kehidupannya. Itu bisa dilakukan ketika dia belajar ilmu.
Itulah mengapa Rosulullah SAW menyebutakan kriteria sebaik-baik
wanita itu wanita anshar. Riwayat Bukhori menyebutkan dengan pengkhususan pada
wanita Anshor. Mengapa? Karena rasa malu yang mereka miliki tidak menghalangi
mereka untuk belajar masalah agama. Kriteria terbaik wanita cirinya tidak malu
untuk terus belajar. Maka dia akan tahu apa petunjuk yang harus dilakukan dalam
kehidupannya.
Imam Ibnu Qoyyim mengatalan, “Ilmu laksana cahaya menyinari.
Kaum wanita sangat dianjurkan dan lebih dianjurkan belajar dibandingkan dari
laki-laki. Karena jauhnya mereka dari ilmu agama dan hawa nafsu yang didominasi
perasaan itu mengakar di hati dan dirinya.”
Wanita diciptakan dari tulang rusuk yang bengkok. DIa jauh
dari agama ditambah hawa nafsunya yang kuat. Wanita yang tidak belajar, tidak
memahami, tidak tahu bagaimana cara bersuci dari haid, tidak tahu bagaimana kewajiban
istri, lebih dominan ilmu dunianya, akan terjadi musibah unuk bapaknya, musibah
bagi suaminya. Dampaknya istrinya selalu merongsong, tidak bersyukur, dan tidak
mentaatinya. Sudah menjadi hak seorang anak untuk mendapat pengajaran dari
bapaknya. Hak bagi istri pula untuk mwndapati pengajaran dari suaminya. Jika
seorang suami belum mampu memberikan pengajaran, setidaknya memberikan
fasilitas bagi istrinya untuk belajar.
Wanita Berilmu Lebih Mulia dari Malaikat
Kemuliaan wanita ketika mereka sudah belajar lebih mulia
dibandingkan malaikat. Sudah berilmu,
berakhlak, beramal sholih, itu lebih utama bagi wanita. Dalilnya yaitu malaikat
tidak dibekali nafsu, sedangkan wanita memiliki nafsu. Namun ketika seorang
wanita yang punya nafsu, dominan dengan perasaan tapi memilki ilmu, dia akan
bisa mengarahkan hawa nafsunya sesuai keridhoan Allah SWT.
Kedua, Allah SWT menciptakan Adam a.s sesudah menciptakan
malaikat. Allah memerintahkan malaikat untuk sujud kepada Adam karena
menghormati keistimewaan Nabi Adam. Namun Hawa tidak diperintahkan untuk sujud
pada Adam. Itu artinya kedudukan wanita lebih utama daripada malaikat.
Maka ketika seorang wanita paham syariat, semaki dia
berilmu, kedudukan akan semakin mengikuti. Itu semua tersebab oleh ilmu yang
dia miliki.
Kisah Wanita Paham Ilmu
Imam Syafi’i menjadi imam besar tidak pernah lepas dari
peran kuat seorang ibu. Suatu ketika Imam Syafi’I pulang dari menuntut ilmu di
Mekah. Sesampainya di rumah dia mengetuk pintu. Seorang wanita dari dalam rumah
bertanya, “Siapa itu?” dijawab “Muhammad bin Idris”. Wanita itu yang tak lain
adalah ibunya bertanya, “Untuk apa Engkau kemari?” dijawab oleh anaknya, “Saya
pulang dengan membawa ilmu dan adab”. Ibunya pun menjawab, “Aku tidak mendidik
Imam Syafi’i seperti itu”
Imam Syafi’i yang tidak dibukakan pintu pun Kembali ke
Makah. Dia Kembali belajar bersama gurunya dan menceritakan kejadian itu hingga
sang guru mengajarkan bagaimana harus menjawab pertanyaan ibunya. Lantas Imam
Syafi’i Kembali pulang. Dia mengetuk pintu dan seorang wanita Kembali bertanya,
“Siapa itu?” dijawab “Muhammad bin Idris”. Wanita itu bertanya lagi, “Kenapa
kamu kemari?” Imam Syafi’I pun menjawab, “Aku pulang membawa adab dan ilmu.”
Barulah kemudian ibunya membukakan pintu.
Apa yang berbeda dari jawaban Imam Syafi’I di atas? Yang
membedakan adalah di jawaban pertama ilmu dulu sebelum adab, sedangkan di
jawaban kedua adab dulu sebelum ilmu. Hal semacam itu tidak akan terjadi
kecuali ibunya paham syariat karena dia belajar dan paham detailnya.
Maka seorang wanita tidak boleh bodoh. Akan berakibat fatal
jika seorang wanita bodoh karena dia akan melanggar boundaries karena ketidak
tahuannya. Dia tidak bisa menjelaskan syariat kepada anaknya. Tidak bisa menjelaskan
bagaimana jika anaknya haid, tidak tahu apa yang harus dilakukan anaknya ketika
memasuki gerbang pernikahan.
Ibu dari Sufyan Ats-Tsauri berkata kepada anaknya, “Kalau
kamu belajar, semangatlah untuk belajar. Jika kamu belajar 10 huruf, tetapi
adabnya tidak tambah baik, tidak bertambah lembut hatimu, ulangi lagi 10 huruf
itu karena bisa jadi belum berkah buatmu.”
Ibu Sufyan Ats-Tsauri memandang detail hal ini karena beliau
paham ilmu. Ibarat seorang ahli kamera, dia akan melihat detail bagaimana lighting,
bagaiman in frame atau out of frame, bagaimana agar tidak bocor, dan lain-lain.
Tapi orang yang tak paham kamera tidak bisa melihat hal itu. Yang dia tahu
hanya sekedah shooting itu saja.
Ibunda Imam Syafi’I dann Sufyan Ats-Tsauri tahu pada detail
karena mereka memahami ilmunya, memahami syariatnya. Hingga beliau tahu bahwa
adab dulu sebelum ilmu. Beliau tahu bagaimana ilmu yang tidak menambah lembut
hati, tidak menambah mulia akhlak perlu diulangi karena belum berkah ilmunya.
Maka, belajarlah wahai wanita. Seperti Asy Syifa binti
Abdullah al Adawiyah, seorang wanita yang pintar pengobatan dan pintar baca
tulis. Dia mengurungkan belajar thib dan akan focus belajar agama. Namun Rosul
memerintahkan dia terus belajar ilmu thib hingga dia bisa mengajarkan ilmunya
kepada wanita-wanita, termasuk Hafshoh belajar pengobatan padanya.
Penutup
Belajarlah wahai wanita. Kamu layak untuk belajar dan wajib
belajar, karena kedudukanmu lebih mulia dari malaikat jika kamu paham
syariatnya. Jangan sampai media sosial dan online shop lebih menyita waktu
daripada belajarmu. Bagaimana akan paham untuk taat pada suami jika tontonanmu
hanya Instagram. Bagaimana akan ingat kebaikan suami jika yang dilihat adalah
online shoping. Bagaimana akan sabar menemani anak jika disibukkan dengan
infotaintment. Bagaimana bisa menghadapi turbulence kehidupan jika tidak paham
syariat dimana syariat adalah energi yang dapat melapangkan wanita.
Wanita didominasi perasaan. Musuh wanita bukan ulama, bukan
suami, bukan tetangga, tetapi perasaan yang tidak mendapati cahaya ilmu dalam
kehidupannya. Ilmu adalah cahaya, dan wanita akan bercahaya dengan ilmu yang
dia pelajari.
Jangan lewati satu hari tanpa ada ilmu. Jangan biarkan
perasaan dominan menghancurkan akhirat, kebaikan keluarga karena perasaan itu
lebih dominan daripada ilmu. Semua bergantung pada ilmu yang dipelajari. Semoga
tidak bosan untuk terus mempelajari ilmu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar